A. Pengertian Kegawat Daruratan Medik
Sebenarnya terdapat
perbedaan mendasar antara istilah “gawat”
dan “darurat”, namun umumnya dipahami
oleh masyarakat sebagai satu-kesatuan dalam dunia medis.
Suatu keadaan disebut gawat apabila sifatnya mengancam nyawa
namun tidak memerlukan penanganan yang segera. Biasanya keadaan gawat dapat
dijumpaipada penyakit-penyakit yang sifatnya kronis.
Suatu keadaan disebut darurat apabila sifatnya memerlukan
penanganan yang segera. Meskipun keadaan darurat tidak selalu mengancam nyawa,
namun penanganan yang lambat bisa saja berdampak pada terancamnya nyawa
seseorang. Biasanya keadaan darurat dapat dijumpai pada penyakit-penyakit yang
sifatnya akut. Keadaan gawat dan darurat dapat juga terjadi bersamaan. Dalam
hal ini, keadaan pasien benar-benar dalam keadaan yang mengkhawatirkan dan
diperlukan penanganan yang segerater hadapnya. Contoh untuk kasus ini adalah
seseorang yang telah menderita penyakit jantungd alam waktu yang lama dan
tiba-tiba saja mendapatkan serangan jantung (heart attack).
Pada keadaan gawat darurat medik didapati beberapa masalah
utama, yaitu:
- Penode waktu
pengamatan/pelayanan relatif singkat
- Perubahan klinis yang
mendadak
- Diperlukannya mobilitas petugas
yang tinggi.
Sedangkan kegawat daruratan medik
gigi adalah suattu kondisi yang membutuhkan penanganan segera untuk menghindari
konsekuensi yang dapat membahaakan hidup pasien. Keadaan gawat darurat ang
sering terjadi adalah syincope / fainting, intoksikasi obat anesti local,
intoksikasi vasokonstikrator, syok anafilatik, dan pendarahan.
B.
Macam-macam Kegawat Daruratan Medik
Gigi
1. Syncope / Fainting
Syncope atau pingsan
sesaat adalah kehilangan kesadaran sementara yang diikuti oleh kembalinya
kesiagaan penuh akibat berkurangnya cerebral blood flow karena turunnya tekanan
darah secara mendadak yang merupakan respon akibat stress psikis (perasaan
takut) atau rasa nyeri hebat. Kehilangan kesadaran ini diikuti dengan
kehilangan kekuatan otot yang dapat mengakibatkan penderita terjatuh. Untuk
memahami lebih baik mengapa pingsan dapat terjadi maka perlu juga mengetahui
untuk menjelaskan mengapa seseorang terjaga atau sadar. Otak mempunyai banyak
bagian-bagian, termasuk dua hemisphere, cerebellum, dan batang otak (brain
stem). Otak memerlukan aliran darah untuk menyediakan oksigen dan glucose
(gula) pada sel-selnya untuk menopang kehidupan. Agar tubuh tetap terjaga atau
sadar, area yang dikenal sebagai reticular activating system yang berlokasi
dalam batang otak harus bekerja dengan baik, dan paling sedikit satu hemisphere
otak perlu berfungsi. Pingsan terjadi karena reticular activating system
kehilangan suplai darah, atau kedua-dua hemisphere dari otak kekurangan suplai
darah, oksigen, atau glucosa. Syncope (pingsan) terjadi karena aliran darah
mengalami gangguan secara singkat ke seluruh otak atau ke reticular activating
system. Syncope tidak disebabkan oleh trauma kepala, karena kehilangan
kesadaran setelah luka kepala dipertimbangkan sebagai gegar otak. Bagaimanapun,
pingsan (syncope) dapat menyebabkan luka jika orang itu jatuh dan melukai
dirinya, atau jika pingsan terjadi ketika pada aktivitas seperti mengemudi
kendaraan.
Penyebab Pingsan Syncope
antara lain adalah liran darah yang berkurang ke otak dapat terjadi karena
a.
Jantung
gagal untuk memompa darah;
b.
Pembuluh-pembuluh darah tidak mempunyai cukup
kekuatan untuk mempertahankan tekanan darah untuk memasok darah ke otak;
c.
Tidak ada cukup darah atau cairan didalam
pembuluh-pembuluh darah;
d.
Gabungan
dari sebab-sebab satu, dua, atau tiga diatas.
Vasovagal syncope adalah
salah satu dari penyebab-penyebab yang paling umum dari pingsan. Pada situasi
ini, keseimbangan antara kimia-kimia adrenaline dan acetylcholine terganggu.
Adrenalin menstimulasi tubuh, termasuk membuat jantung berdenyut lebih cepat
dan pembuluh-pembuluh darah melebar, membuat darah lebih sulit untuk
mengalahkan gaya berat (gravitasi) dan dipompa ke otak. Pengurangan sementara
ini pada aliran darah ke otak menyebabkan episode pingsan (syncopal).
Nyeri dapat menstimulasi
syaraf vagus dan adalah penyebab yang umum dari vasovagal syncope.
Stimuli-stimuli lain yang dapat menyebabkan kondisi tersebut adalah situational
stressor. Mahasiswa-mahasiswa kedokteran dan perawat terkadang ada yang pingsan
ketika mendengar berita-berita buruk dan melihat darah atau jarum.
Kondisi atau penyakit lain yang dapat menyebabkan pingsan antara lain:
a. Anemia
Anemia (jumlah
sel darah merah yang rendah), yang dapat terjadi akibat perdarahan akut atau
berbagai macam sebab dapat menyebabkan pingsan karena tidak ada cukup sel-sel
darah merah untuk memasok oksigen ke otak.
b.
Dehidrasi
Dehidrasi, atau kekurangan cairan dalam tubuh dapat
menyebabkan pingsan atau syncope. Ini dapat disebabkan oleh kehilangan cairan
yang berlebihan dari muntah, diare, berkeringat, atau pemasukan cairan yang
tidak mencukupi. Beberapa penyakit-penyakit seperti diabetes dapat menyebabkan
dehidrasi dengan kehilangan air yang berlebihan dalam urin.
c.
Kehamilan.
Syncope juga dihubungkan pada kehamilan.
Penjelasan-penjelasan yang mungkin termasuk tekanan dari inferior vena cava (vena besar yang
mengembalikan darah ke jantung) oleh kandungan yang membesar dan oleh
orthostatic hypotension.
2.
Intoksikasi Obat anesti lokal
Obat anestesi
didefinisikan sebagai toksik jika kadarnya di dalam darah cukup tinggi untuk
memberikan efek ke korteks serebri dan sumsum tulang. Konsentrasi yang tinggi
di dalam darah terjadi sebagai hash dan beberapa faktor antara lain dosis obat
yang berlebihan, penyuntikan yang terlalu cepal baik secara intra vena maupun
subkutan, ataupun karena obat anestesi diabsorbsi terlalu cepat (misalnya
karena tidak menggtmakan vasokonstriktor, atau obat anestesi masuk ke dalam
pembuiuh darab atau disuntikkan ke area yang kaya akan pembuluh darah). Gejala
intoksikasi akibat overdosis obat diawali dengan stimulasi central nervous
system (CNS) dan kemudian diikuti oieh depresi CNS. Gejala-gejala stimulasi CNS
dapat berupa inkoherensi yaitu bicara terfragmentasi, gelisah, frekuensi nadi
meningkat, tekanan darah meningkat, muai dan muntah, dan pada keadaan yang
serius dapat menyebabkan kejang. Sedangkan gejala-gejaLa depresi CNS dapat
berupa frekuensi nadi cepat tetapi Iemah atau pada beberapa kasus terjadi
bradikardia.
3.
Intoksikasi Vasokonstikrator
Vasokonstriktor juga
disebut obat adrenergic atau simpatomimetik. Obat ini bekerja di sel efektor
dan memberikan efek konstriksi arteriol-arteriol. Vasokonstriktor dalam
anestesi lokal berperan penting untuk memperlambat absorbsi obat anestesi lokal
mengurangi toksisitas, memperpanjang lama kerja obat, memperkecil dosis,
meningkatkan muta kerja obat, serta memperkecil perdarahan pada daerah operasi.
Semua obat anestesi lokal yang digunakan saat ini di bidang kedokteran gigi
bersifat vasodilator, sehingga diabsorbsi cepat ke dalam pembuluh darah dan
meningkatkan kemungkinan terjadinya intoksikasi. Dosis total vasokon striktor
yang digunakan harus diperhitungkan dengan benar, karena penyuntikan yang
berulang-ulang dapat mengakibatkan efek sistemik. Perlu diingat juga bahwa
dalam waktu satu menit saja sebagal akibat faktor emosi seperti rasa takut atau
rasa sakit, dapat menyebabkan dilepaskannya adrenalin endogen ke dalam aliran
darah setara dengan 10 ampul obat anestesi lokal yang disuntiklokalkan. Jika
menggunakan Epinephrin (Adrenalin), dosis yang tepat tidak boleh lebih dan 0.2
mg (dalam karpul 1,8 ml dengan adrenalin 1:100.000 maka mengandung adrenalin
sebanyak 0.01 mg per cc). Jadi dosis maksimum obat anestesi lokal yang
diperkenankan adalah sebanyak 10 ampul. Vasokonstriktor yang sering digunakan
adalah Epinephrin (Adrenalin) dan Levophed Bitartrate (L. Norep inephrine).
Epinephrine (Adrenal in) konsentrasi yang digunakan 1:50.000 sampai 1:100.000.
Efek kerjanya menstimulasi otot jantung (miokard) meningkatkan kecepatan denyut
jantung dan stroke volume. Epinephrine tidak boleh digunakan pada pasien
hipertiroidism, arterioskierosis, hipertensi. diabetes, cardiac aritmia,
angina, infark miokardial. Sedangkan untuk Norepinephrine dosis yang digunakan
tidak boleh Lebih dari 1:30.000. namun efek vasokonstniktornya 1/2 dar
epinephrine. Norepinephrine juga tidak boleh digunakan untuk pasien
hipertiroidism dan kelainan kardiovasku intoksikasi
vasokonstriktor terjadi jika obat tersebut sampai di dalam darah dengan kadar
yang tinggi. Kadar kritis di dalam darah sangat bervariasi pada tiap individu.
Sama seperti obat anestesi lokal, reaksi yang paling sering terjadi jika
injeksi mengenai pembuluh darah atau karena dosis obat yang digunakan
berlebihan. Gejala-gejala intoksikasi vasokonstriktor adalah rasa takut/ cemas
keringat dingin, pucat, takikardi bahkan bisa sampai tibrilasi, hipertensi
(sebagai akibat dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer), sakit kepala dan
dizziness. Jika jantung bekerja lebih berat dan kecepatannya meningkat, maka
metabolismenya menjadi cepat dan menyebabkan hipoksia. Pada pasien dengan
kelainan jantung, keadaan ini dapat menyebabkan sudden cardiac arrest dan
insufisiensi miokard.
4.
Syok
Syok adalah keadaan berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Pada pasien trauma kondisi ini seringkali disebabkan oleh hipovolemia. Diagnosis syok
didasarkan pada tanda klinis antara lain hipotensi, takhikardia, takhipnea, hypothermia, pucat, ekstremmitas dingin,
melambatnya pengisian kapiler (capillary refill), penurunan produksi urin. Terdapat berbagai macam syok antara
lain:
a.
Syok
hemoragik (hipovolemik) yaitu syok yang disebabkan kehilangan
akut dari darah atau cairan tubuh. Jumlah darah yang hilang akibat trauma sulit
diukur dengan tepat bahkan pada trauma tumpul sering diperkirakan terlalu
rendah. Perlu
diingat bahwa:
1)
Sejumlah besar darah dapat terkumpul
dalam rongga perut dan pleura
2)
Perdarahan patah tulang paha (femur
shaft) dapat mencapai 2 liter
3)
Perdarahan paha tulang panggul dapat
melebihi 2 liter
b.
Syok
kardiogenik yaitu syok yang disebabkan berkurangnya fungsi jantung
antara lain:
1)
Kontusio miokard
2)
Temponade jantung
3)
Pneumothoraks tension
4)
Luka tembus jantung
5)
Infark miokard
c.
Syok
neurogenik yaitu syok yang ditimbulkan oleh hilangnya tonus
simpatis akibat cedera sumsum tulang belakang (spinal cord) dan memberikan
gambaran hipotensi tanpa disertai takhikardia atau vasokonstriksi
d.
Syok
septik merupakan syok yang jarang ditemukan pada fase awal
trauma namun sering menjadi penyebab kematian beberapa minggu sesudah trauma
(melalui gagal ginjal organ). Paling sering dijumpai pada luka tembus abdomen
dan luka bakar.
e.
Syok
anafilaktik merupakan syok yang disebabkan karena reaksi alergi dan
sering terjadi karena alergi terhadap obat-obatan yang diberikan oleh dokter
maupun dokter gigi terutama pemberian secara intra vena.
5.
Pendarahan
Pendarahan adalah
keluarnya darah dan pembuluh darab. Perdarahan dapat terjadi akibat faktor
lokal, sistemik maupun kelainan kardiovaskuler. Penyebab lokal dapat berupa
radang kronik, iritasi lokal, lepasnya bekuan darah, keganasan. Scdangkan
faktor sistemik dapat berupa kelainan darah (blood dyscrasia, misalnya
hemofilia). Kelainan kardiovaskuler misalnya hipertensi. Pada pasien dengan
perdarahan memberikan gejala kiinis berupa penderita lemah, berkeringat, pucat,
tekanan darah menurun, bradikardi, nadi lemah sampai cepaL. Pada keadaan ini
pasien memerlukan transfusi darah/ plasma. Pada pemerìksaan laboratorium
didapatkan: Hb rendah, hemokonsentrasi. Bila keadaan memburuk bisa terjadi
haemorrhagic shock.
C.
Cara Penanganan Kegawat Daruratan
Medik Gigi
1. Penatalaksanakan Syncope/Fainting
a.
Segera turunkan sandaran dental unit
sehingga penderita dapat terlentang pada posisi supine atau posisi syok (posisi
kaki lebih tinggi dari kepala).
b.
Pakaian yang ketat harus dilonggarkan
untuk memperlancar pengembalian venous return.
c.
Hindari kerumunan orang banyak
disekitar penderita agar tidak mengganggu pernafasan penderita.
d.
Berikan oksigen menggunakan face mask.
e.
Apabila kesadaran penderita sudah
pulih, tetap pertahankan posisi penderita pada posisi supine dan dimonitor.
f.
Apabila kondisi penderita tidak membaik
(tidak sadar), segera rujuk ke rumah sakit.
2. Pencegahan Intoksikasi Obat anesti local
Jika pasien mengalami
kejang, depresi CNS dapat terjadi lebîh dalam sehingga menyebabkan perubahan
irama pernafasan, hilang kesadaran dan bisa berakibat kematian akibat hipoksia.
Oleh karena itu sebagai seorang dokter gigi penting mengetahui batas aman dan
jumlah obat anesresi lokal yang digunakan. Di samping mengetahui jumlah obat
anestesi lokaI yang digunakan, selama dan setelah penyuntikan, pasien harus
tetap diobservasi secara seksama agar setiap gejala toksik dapat dideteksi
sedini mungkin. Pada beberapa kasus, gejala toksik akibat overdosis yang telah
meyebabkan stimulasi CNS membutuhkan tindakan penanganan segera. Bila terjadi
kejang pada pasien maka:
a.
baringkan
pasien di lantai,
b.
masukkan
rubber wedge diantara gigi untuk mencegah tongue biting
c.
segeraben
oksigen,
d.
asisten
diminta untuk menghubungi ambulans/mencari pertolongan, dan
e.
jangan
berikan obat analgetik.
Selama fase kejang akibat
reaksi anestesi lokal, stimulasi lanjutan dan sistem saraf tidak meyebabkan
kerusakan neuron. Pemberian oksigen di bawah tekanan posistif harus dilakukan
dengan hati-hati. karena akibat tekanan positif tersebut dapat
menekan/mendorong udara ke dalam lambung sehingga rneyebabkan muntah dan
terjadi aspirasi. Akibat terjadi aspirasi, kandungan asam dan muntah tersebut
dapat menyebabkan kerusakan paru yang senius dan insufisiensi pernafasan. Penggunaan
barbiturat untuk mengontrol kejang harus dipertimbangkan dengan seksama. Ada
beberapa kerugian dalam penggunaan barbiturat. Jika diberikan segera sebelum
reaksi fase depresi, maka dapat menyebabkan insufisiensi kardiovas kuler dan
pernafasan. Obat yang paling aman dan efektif adalah diazepam (Valium). Valium
tidak menyebabkan depresi kerja jantung dan pernafasan. Valium dapat diberikan
secara intra vena, inframuskuler atau dengan menyuntikkan ke dalam atau di
bawah lidah dengan dosis 5-10 mg (1 -2 ml). Pada beberapa kasus, gejala-gejala
toksik akibat overdosis obat anestesi lokal dapat terjadi begitu cepat. oleh
karena itu pencegahan lebih baik daripada mengobati. Untuk mencegah kejadian
tersebut, berikut adalah upaya-upaya pencegahan dasar yang harus diobservasi,
yakni
a.
periksa
pasien secara cermat sebelum menyuntikkan obat anestesi local,
b.
gunakan
obat anestesi local yang mengandung vasokonstriktor dengan konsentrasi rendah
(< 1 : 100.000), 3) gunakan volume anestesi local sekecil mungkin,
c.
gunakan
konsentrasi obat anestesi lokal serendah mungkin,
d.
suntikkan
obat anestesi lokal secara penaban (2 ml dalam 1 menit), dan
e.
aspirasi
dahulu sebelum penyuntikan. Jika pada aspirasi terdapat darah, maka ganti
semprit dan suntikkan di tempat lain.
3. Mengatasi Intoksikasi Vasokonstikrator
Jika terjadi tanda-tanda
toksik, baringkan pasien secara datar, berikan oksigen untuk menghindari
hipoksemia di jantung, Adrenalin cepat dirusak sehingga tanda-tanda seperti
restlessness, anguish. pallor, sweating, buzzing cepat hilang. Sehingga tidak
perlu diberikan obat obat cardiocirculatory.
4. Penanggulangan Syok Anafilaktik
Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita
berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah
sulit, asal tersedia obat-obat emerjensi dan alat bantu resusitasi gawat
darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu
dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh
menetap.
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat
kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan,
adalah:
a.
Segera baringkan penderita pada alas
yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran
darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan
darah.
b.
Penilaian A, B, C dari tahapan
resusitasi jantung paru, yaitu:
Airway
‘penilaian jalan napas’. Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada
sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher
diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan
melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
Breathing
support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada
tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada
syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya
obstruksi jalan napas total atau persial. Penderita yang mengalami sumbatan
jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan
bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus
segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi,
atau trakeotomi.
Circulation
support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.
Karotis, atau a. Femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
Penilaian A, B,
C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang
penetalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.
c.
Segera berikan adrenalin 0.3-0.5 mg
larutan 1:1000 untuk penderita dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita
anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai
keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu
adrenalin 2-4 ug/menit.
d.
Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana
pemberian adrenalin kurang memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5-6
mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.4-0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan
infus.
e.
Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya
hidrokortison 100 mg atau deksametason 5-10 mg intravena sebagai terapi
penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang
membandel.
f.
Bila tekanan darah tetap rendah,
diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi hipovolemia akibat
kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi
syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah
jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan
kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan
kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler.
Pada dasarnya, bila memberikan larutan klistaloid, maka diperlukan jumlah 3-4
kali dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik
berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20-40% dari volume plasma. Sedangkan
bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan
perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan
koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.
g.
Dalam keadaan gawat, sangat tidak
bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat
meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita
di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang
tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu
dibawa harus tetap dalam posisi terlentang dengan kaki lebih tinggi dari
jantung.
h.
Kalau syok sudah teratasi, penderita
jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diawasi/diobservasi dulu selama
kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah mendapat terapi adrenalin
lebih dari 2-3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk
observasi.
i.
Glukokortikoid dan antihistamin dapat
digunakan sebagai terapi sekunder.
Tujuan akhir dari resusitasi sirkulasi adalah menormalkan
kembali oksigenasi jaringan. Langkah-langkah resusitasi sirkulasi (cairan) antara
lain:
a.
Jalur intravena yang baik dan lancar
harus segera dipasang menggunakan kanula besar (14-16 G). Dalam keadaan khusus
mungkin perlu vena sectie.
b.
Cairan infuse (NaCL 0,9%) harus
dihangatkan sesuai suhu tubuh karena hipotermia dapat menyebabkan gangguan
pembekuan darah.
c.
Hindari cairan yang mengandung glukosa.
d.
Ambil sampel darah secukupnya untuk
pemeriksaan dan uji silang golongan darah.
5. Penanggulangan Pendarahan
Untuk mencegah terjadìnya
perdarahan maka anamnesa mengenai riwayat perdarahan yang pernah terjadi,
obat-obat yang digunakan misatnya: obat-obat yang berinteraksi dengan
hemostasis, obat kanker, obat antikoagulan, obat immunosupresan)
kortikosteroid. Bila teijadi perdarahan selama tindakan bedah, maka kontrol
perdarahan dengan cara mengatasi keadaan emergensi, cari sumber perdarahan,
lalu hentikan perdarahan! haemostasis. Bila perdarahan lebib dan 1/10 jumlah
cairan tubuh (500 cc) perlu replacement berupa cairan fisiologis (NaCI 0,9 %),
plasma, whole blood, packed cell. Tindakan transfusi darah dilakukan pada
keadaan trauma, operasi, kecelakaan dengan perdarahan > 500 cc, penyakit
bonis dengan Hb sangat menurun, kelainan darah tertentu misalnya
trombositopenia, hemophilia.
6. Penatalaksanaan Kegawat Daruratan Medik
Penanganan kegawatdaruratan medis di bidang kedokteran gigi memerlukan
langkah-langkah yang tepat dan cepat yang meliputi penilaian tentang:
A irway :
Jaga tetap bebas
B reathing :
Bantu bila tidak adekuat
C irculation :
Kembalikan bila berhenti dan bantu bila tidak adekuat
D isability :
Cegah cedera otak sekunder
Penilaian tersebut diatas sering disingkat dengan ABCD. Penilaian tersebut
sangat penting untuk membantu menentukan macam kegawatdaruratan yang terjadi
dan menentukan jenis perawatan yang tepat. Penilaian tentang ABCD dan
intervensi yang dilakukan hendaknya berurutan namun tidak berjalan sendiri
sendiri melainkan berkesinambungan.
AIRWAY (jalan nafas)
Penilaian tentang jalan nafas meliputi:
a.
Jalan nafas bebas atau tidak ada
obstruksi
b.
Jalan nafas terhambat atau obstruksi
sebagian
c.
Jalan nafas tersumbat atau obstruksi
total
Jalan nafas pada penderita yang tidak sadar biasanya
mengalami sumbatan (obstruksi) akibat;
a.
Jatuhnya pangkal lidah ke belakang.
Lidah terkait di rahang bawah sehingga obstruksi pangkal lidah dapat diatasi
dengan mengatur posisi rahang bawah.
b.
Adanya cairan dan benda padat (darah
atau muntahan isi lambung)
Tanda obstruksi jalan nafas antara lain:
a.
Suara mendengkur (sumbatan pangkal
lidah)
b.
Suara berkumur (adanya cairan)
c.
Suara nafas abnormal (stridor karena
kejang atau oedema pita suara)
d.
Bdernafas menggunakan otot nafas
tambahan (gerakan cuping hidung, gerakan otot leher, cekungan sela iga waktu
inspirasi).
e.
Sianosis
f.
Pasien yang gelisah hendaknya tidak
diberikan obat sedative karena penyebabnya kemungkinan hipoksia.
Chin lift bertujuan mendorong rahang bawah (dan pangkal
lidah) ke anterior agar tidak menyumbat hypopharynx. Kedua langkah tersebut
sangat efektif untuk membebaskan jalan nafas tanpa menggerakkan leher
penderita.
Jaw thrust bertujuan mendorong sudut rahang bawah
(angulus mandibula) ke depan sehingga rahang bawah terdorong ke depan. Ingat
bahwa kedua tindakan tersebut diatas bukan jalan nafas deinitive sehingga
obstruksi ulang dapat terjadi.
Head tilt bertujuan membebaskan jalan nafas hypopharynx
dari sumbatan pangkal lidah. Teknik ini tidak boleh dilakukan pada penderita
cedera tulang leher.
BREATHING (pernafasan)
Penderita
yang sadar dan dapat berbicara dengan baik dapat dipastikan bahwa breathing
(pernafasannya) tidak bermasalah. Pada penderita yang tidak sadar perlu
dilakukan pemeriksaan lebih seksama terhadap pernafasan penderita dengan cara
sebagai berikut:
a.
Melihat (look) gerakan naik turun pada
dada penderita untuk memastikan apakah ada pernafasan spontan atau tidak
b.
Mendengarkan (listen) suara nafas dan
merasakan (feel) hembusan nafas penderita dengan mendekatkan telinga dan pipi
operator pada rongga hidung penderita untuk memastikan adanya pernafasan yang
adekuat atau tidak.
Terdapat beberapa hal yang perlu diketahui pada tahap
breathing ini yaitu:
a.
Menambah oksigen. Tujuannya adalah
meningkatkan kadar oksigen pada udara inspirasi. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan masker transparan dengan atau tanpa kantong nafas (resevoir bag),
nasal prong (aliran oksigen 2-3 lpm) atau jackson reese (aliran oksigen 10-15
lpm)
b.
Nafas buatan. Tujuannya memasikkan
oksigen dan mengeluarkan CO2 dari paru secara aktif dengan tekanan positif
berkala. Dilakukan pada penderita yang tidak bernafas (apnea), penderita
depresi nafas (hipoventilasi) dan nafas tidak normal (tersengal). Hal ini
dilakukan dengan memasang sungkup (mask) dengan erat lalu pompakan
udara/.oksigen dari kantung nafas. Alat yang paling sederhana adalah ambu bag.
CIRCULATION (sirkulasi darah/ cardiovaskuler)
Setelah
dilakukan penilaian dan intervensi airway dan breathing maka langkah berikutnya
adalah penilaian circulation meliputi hal sebagai berikut:
a.
Nadi (pulse). Yang perlu diperiksa yaitu:
1)
Frekuensi
2)
Kekuatan
3)
Irama
b.
Tekanan darah (blood pressure)
Apabila nadi
teraba cepat (>90x/menit) dan lemah maka kemungkinan tekanan darah penderita
turun (hipotensi) dan tekanan sistolik biasanya di bawah 80 mmHg. Apabila nadi
arteri radialis sangat lemah atau tidak teraba dengan jelas maka segera raba
arteri radialis sentral seperti arteri carotis. Pada keadaan syok tekanan
sistolik biasanya terukur di bawah 60 mmHg dan tekanan diastolic sangat rendah
sampai tidak terukur.
Cara paling sederhana menilai circulation adalah kesadaran penderita.
Penderita yang dalam kondisi sadar baik dan dapat menjawab semua pertanyaan
maupun instruksi operator menunjukkan bahwa fungsi circulationnya dalam batas
normal.
Apabila penderita tidak sadar berarti fungsi circulationnya dalam kondisi
tidak normal. Beberapa hal yang dapat dilakukan pada penderita dengan fungsi
circulationnya tidak normal adalah:
a.
Posisi shock, tujuannya adalah
mengalirkan aliran darah tungkat ke sirkulasi sentral. Caranya dengan
mengangkat kedua tungkai dan diposisikan tetap lebih tinggi daripada tubuh.
b.
Hentikan perdarahan eksternal. Tujuannya
adalah menghentikan kehilangan volume sirkulasi dengan cara menekan langsung
daerah yang berdarah. Umumnya penekanan dilakukan selama 3-5 menit hingga
perdarahan berhenti atau menjadi lambat.
c.
Pasang infus dengan jarum besar (14,
16,18 G). Tujuannya adalah melakukan replacement (pergantian) kehilangan volume
darah dengan cairan (ringer laktat atau NaCl 0,9%) agar derajat shock
hipovolemik berkurang.
Disability (evaluasi kesadaran)
Penilaian tahap ini meliputi:
a.
Kesadaran, meliputi:
1)
Derajat kesadaran: menurun atau
hilangnya kesadaran
2)
Gangguan kesadaran
Hilangnya atau menurunnya kesadaran dapat ditandai dengan
tidak adanya atau menurunnya rangsangan nyeri. Penderita dikatakan mengalami
gangguan kesadaran apabila penderita masih menunjukkan respon terhadap rangsang
nyeri tetapi secara umum tidak kooperatif dan tidak bersikap dan berbicara
secara normal seperti sebelumnya.
Penilaian kesadaran secara cepat dapat dilakukan cara:
AWAKE berarti sadar dan dapat berbicara :
A
RESPON to VERBAL berarti dapat diperintah :
V
RESPON to PAIN berarti bereaksi terhadap nyeri : P
UNRESPONSIVE berarti tidak ada reaksi terhadap nyeri : U
Resusitasi
jantung paru (RJP) dan disebut juga dengan istilah cardio pulmonier
rescucitation (CPR) adalah gabungan antara pijat jantung dan pemberian
nafas buatan. Tindakan pertolongan pada kasus kegawat daruratan ini diberikan
pada korban yang mengalami henti jantung (cardiac arrest) dan nafas yang
ditandai dengan tidak terabanya nadi arteri carotis namun korban masih hidup.
Apabila korban mengalami perdarahan hebat pada kasus trauma maka tindakan RJP
dapat menyebabkan perdarahan semakin banyak dan kemungkinan menyebabkan korban
meninggal dunia lebih besar tetapi jika tidak dilakukan RJP maka korban juga
dapat meninggal dunia.
Pada kasus dimana
korban mengalami perdarahan hebat dan henti jantung maka langkah yang paling
tepat untuk menyelamatkan nyawa korban tergantung kemampuan penolong. Apabila
penoong sendirian maka usaha untuk menghentikan perdarahan dilakukan terlebih
dahulu kemudian diikuti tindakan RJP tetapi apabila penolong banyak maka
tindakan untuk menghentikan perdarahan dan RJP dilakukan secara bersamaan.
Langkah pertama
dalam memberika RJP adalah menentukan titik kompresi jantung. Titik ini
merupakan tempat diletakkannya tangan penolong
untuk menekan jantung. Titik kompresi jantung terletak pada bagian
tengah dada.
Pelaksanaan RJP
berbeda-beda, tergantung pada usia korban. Pelaksanaannya adalah sebagai
berikut:Untuk korban
dewasa ( lebih dari 8 tahun) jika penolong hanya 1, maka fase pertama RJP dilakukan
sebanyak 4 siklus per menit yang tiap
siklusnya terdiri dari 15 kali tekan jantung dan 2 kali nafas buatan. Setelah
fase pertama selesai, korban diperiksa jantung dan nafasnya. Jika jantung dan
nafas masih berhenti, pertolongan dilanjutkan dengan fase kedua yang terdiri
dari 8 siklus (4 siklus per menit). Jika pada fase kedua ini jantung dan nafas
korban masih berhenti, maka dilanjutkan ke fase ketiga yang terdiri dari 8
siklus, demikian seterusnya.
Jika penolongnya
2 orang, maka 1 orang bertugas untuk menekan jantung dan 1 orang lagi memberi
nafas buatan. Fase pertama RJP dilakukan dengan 12 siklus per menit yang tiap
siklusnya terdiri dari 5 kali tekan jantung dan 1 kali nafas buatan. Jika
korban masih belum bernafas, maka fase-fase selanjutnya dilakukan sebanyak 24
siklus (12 siklus per menit).
RJP pada korban dihentikan apabila:
1)
ada penolong
yang menggantikan
2)
ada tanda kehidupan
3)
ada tanda kematian setelah 30 menit
b.
Resusitasi adalah
Mengembalikan
segera proses pengiriman O2 ke jaringan & membuang CO2
senormal mungkin dan secepat mungkin Langkah yang paling esensial adalah segera melakukan
tindakan RESUSITASI (A-B-C).